Saturday, April 3, 2010

Kepiawanan S Djody Membangun Usahanya


KabarIndonesia - Sebagai seorang pengusaha, Setiawan Djody sukses membangun kerajaan bisnisnya terutama di bidang perminyaan dan telekomunikasi. Di satu sisi diapun tetap konsisten menjalani hobi sekaligus “profesi ke duanya” yaitu musisi. Lalu apa hubungan musiknya dengan pemanasan global? Setiawan Djody adalah sepucuk nama yang telah dikenal begitu luas. Tidak hanya oleh kalangan pengusaha, seniman atau jajaran tokoh-tokoh berpengaruh dalam dan luar negeri. Tetapi deretan namanya juga ada di sela-sela perbincangan masyarakat biasa. Tak bisa disangkal kemampuannya untuk “mengawinkan” dua dunianya bisnis dan musik secara harmonis menjadi penyebabnya. Tak heran jika kemudian nama Djody mampu berdiri dan melebur di semua tatanan profesi tanpa harus terpengaruh oleh urutan hierarki dan kasta.

Berbicara dengan laki-laki kelahiran Solo, Jawa Tengah, 13 Maret 1949 ini. Maka kita akan diajak mencermati tiap helai peristiwa nasional maupun Internasional secara dalam. Mulai dari ekonomi dunia dengan kapitalis globalnya sampai efek rumah kaca dan global warming. Dan khusus soal terakhir Djody mempunyai perhatian yang lebih. Menurutnya dunia tengah berada dalam titik yang mencemaskan. Karena sewaktu-waktu peradaban dunia ini bisa hilang akibat ancaman kerusakan alam yang serius. “Sesungguhnya ancaman terbesar bagi anak cucu kita adalah efek dari pemanasan global dan ini lebih berbahaya dari teroris,”ujarnya.

Beberapa tokoh penting di seluruh dunia saat ini menurut Djody sudah mulai aware dengan masalah ini. “Dari Algor di Amerika Serikat sampai Pangeran Charles di Inggris semuanya memulai berkampanye soal bahaya global warming ini,” tuturnya. Ditambahkan oleh Djody mencairnya blok-blok es di kutub utara dan selatan tidak lagi sekadar wacana. Karena hal tersebut bisa terjadi dalam jangka waktu 50 tahun ke depan jika masyarakat tetap tidak mengindahkan tindakannnya yang dapat merusak keseimbangan alam. Dan konsekuensi besar yang harus di tanggung adalah tenggelamnya dunia ini di mulai dari benua Eropa dan Amerika. Kenyataan ini pula yang melatar belakangi Chairman & CEO Sedco Oil ini merilis album bertajuk Opera Raksasa Biru yang mengusung pesan Warning! Global Warming. Baginya berkampanye lewat musik adalah sebuah langkah yang efektif. Musik ia anggap sebagai suara yang universal untuk menyuarakan kebenaran. “Masyarakat mulai kita ajak untuk lebih peduli terhadap lingkungan dan sumber daya alamnya. Kita mulai dari hal-hal yang sederhana dulu. Seperti mencabut charger setelah selesai di pakai, gunakan lampu seperlunya, dan lainnya,” papar pemilik gelar KPH dari keraton Solo ini.

Peran Indonesia sendiri terhadap kelangsungan dunia ini sangat besar. Apalagi Indonesia merupakan salah satu paru-paru dunia yang hutannya mengalami kerusakan terbesar dan tercepat. “Bayangkan jika Indonesia menyumbangkan karbondioksida sebanyak 1 persen saja di kutub utara bisa 12 kalinya,” tukas Djody. Karena itu semua pihak sudah saatnya untuk melangkah memperbaiki alam. “Seperti BCA ini mungkin salah satu divisinya bisa membangun usaha dengan green capital. Jangan dipikir ini tidak ada keuntungannya, tetap profit oriented. Jadi selain menyelamatkan alam keuntungan bisnisnya juga ada,” ujar kawan penyair Rendra dan musisi Iwan Fals ini.

Budaya dan seni sejatinya memberi influence besar dalam mempengaruhi kesuksesan, sebagaimana diakui oleh seorang setiawan Djody. “Saya waktu kecil pernah mengenal Sony Morita pemilik Sony Coorporation beliau itu ahli musik. Dia membangun coorporate culturenya sesuai dengan watak budayanya sendiri. Hasilnya sekarang Sony menjadi perusahaan besar.” Pun demikian dengan Djody ketika bisnis dan musik hampir tak jeda mengisi kesehariannya diapun mampu membangun perusahaannya sesuai dengan kulturnya sendiri.
Bagi Djody bisnis dan musik merupakan dua kutub yang saling bersimbiosis mutualisme. “Tanpa mempunyai kekuatan bisnis, saya tidak akan bisa menghasilkan karya kalau orang jawa bilang adiluhung, yaitu karya yang tidak mementingkan pasar dan punya nilai lebih,” ujar Ketua Federasi Kebudayaan Indonesia-Rusia ini. Kini dalam titik kemapanannya Djodypun kian arif melihat kehidupan. “Setelah saya masuk umur kepala lima hampir habis, saya ingin mengisi sisa hidup dengan penjernihan spiritual. Jadi selain profit oriented juga spiritual oriented,” pungkasnya.

Pada tahun 1970-an selepas menyelesaikan sekolah di Amerika Serikat Djody memulai usaha pertamanya di bidang perminyakan dan real estate. Djody juga tercatat melakukan bisnis kapal tanker bersama putra mantan penguasa Orde Baru Sigit Haryojudanto. Lantas, bersama Tung Chi Hwa—mantan Gubernur Hong Kong—Djody membangun kapal pengangkut minyak mentahnya. Dengan Tommy Soeharto Djody juga pernah mengembangkan proyek LNG dan bisnis mobil balap Lamborghini. Karena hal ini lantas orang banyak yang mengaitkan bahwa keberhasilan bisnis Djody lantaran dia dekat dengan keluarga cendana. Menurut Djody sebagai pengusaha tentu wajar jika dia dekat dengan penguasa namun bukan berati dia harus larut di dalamnya. “Kuncinya adalah Truth full and wisdom. Meski dekat dengan Pak Harto saya pernah mengritik beliau lewat lagu-lagu di Kantata. Saya bersahabat dengan SBY tapi saya tidak mau menjadi penjilat,” papar Djody. Salah satu kritik terbesar Djody terhadap Soeharto adalah soal rencana pembangunan reaktor nuklir. Dan kini ketika pemerintah SBY ingin mengembangkan lagi energi ini Djody juga tetap berteriak lantang. “Nuklir memang murah tapi cost major risk sangat luar biasa. Kalau sampai gagal mengatasi habis semua,” papar Djody. Menurut Djody masih banyak energi lain di Indonesia ini yang juga murah dan resikonya kecil seperti batu bara atau gas.

0 comments:

Post a Comment

Dollars of Paid one Review

Dollars from business affiliates

Dollars from online survery

Dollars From The Ads or Text Link Ads

Back to TOP